Patriarki adalah sebuah
sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang
sentral dalam organisasi sosial.[1] Ayah memiliki otoritas terhadap perempuan, anak-anak dan
harta benda. Secara tersirat sistem ini melembagakan pemerintahan dan hak
istimewa laki-laki dan menuntut subordinasi perempuan. Kebanyakan sistem
patriarki juga adalah patrilineal.
Patriarki adalah konsep yang digunakan dalam ilmu-ilmu sosial, terutama dalam
antropologi dan studi referensi feministas.Hace ke Distribusi kekuasaan antara
laki-laki dan perempuan di mana laki-laki memiliki keunggulan dalam satu atau
lebih aspek, seperti penentuan garis keturunan (keturunan patrilineal eksklusif
dan membawa nama belakang), hak-hak anak sulung, otonomi pribadi dalam hubungan
sosial, partisipasi dalam status publik dan politik atau agama atau atribusi
dari berbagai pekerjaan pria dan wanita ditentukan oleh pembagian kerja secara
seksual.
Ada
beberapa orang yang pro dan kontra terhadap budaya patriarki di Indonesia.
Beberapa dari mereka setuju dengan budaya ini namun beberapa dari mereka tidak
setuju dengan budaya ini karena dirasa banyak sekali kejanggalan yang terjadi
dan biasanya orang yang kontra terhadap budaya patriarki adalah kaum perempuan.
Secara umum pengertian dari budaya patriarki adalah budaya dimana kaum lelaki
memilki pengaruh yang besar alias lebih tinggi kedudukannya dibandingkan dengan
perempuan. Pada zaman dahulu hal ini memang sangat dipegang teguh oleh semua
orang dan mereka yakin bahwa pria memang bertanggung jawab penuh sebagai
seorang pemimpin. Mengingat budaya patriarki di Indonesia sangatlah kuat pengaruhnya,
maka pria yang melakukan budaya semacam ini akan berpengaruh secara mutlak di
keluarga. Pria lah yang berhak mengambil keputusan ketika ada masalah dan pria
jugalah yang menuntukan iya atau tidaknya sesuatu yang dilakukan oleh
keluarganya itu boleh dilakukan atau tidak. Hal ini jugalah yang menghambat
kaum wanita untuk berkembang karena mereka akan merasa menjadi orang yang tidak
berguna karena bisanya hanya tinggal di rumah dan mengurus urusan rumah tangga
saja. Tentu saja hal ini membuat sekelompok perempuan yang merasa dirinya ingin
dihargai menjadi memberontak dan kontra dengan yang namanya patriarki.Feminisme (tokohnya disebut Feminis) adalah sebuah gerakanperempuan yangmenuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak dengan pria. Feminisme berasal dari bahasa Latin, femina atau perempuan.
Istilah ini mulai digunakan pada tahun 1890-an, mengacu pada teori kesetaraan
laki-laki dan perempuan serta pergerakan untuk memperoleh hak-hak perempuan.
Sekarang ini kepustakaan internasional mendefinisikannya sebagai pembedaan
terhadap hak hak perempuan yang didasarkan pada kesetaraan perempuan dan laki
laki.
Gerakan feminis dimulai sejak akhir abad ke- 18, namun
diakhiri abad ke-20, suara wanita di bidang hukum, khususnya teori hukum,
muncul dan berarti. Hukum
feminis yang dilandasi sosiologi
feminis, filsafat
feminis dan sejarah
feminis merupakan perluasan perhatian wanita dikemudian hari. Di
akhir abad 20, gerakan feminis banyak dipandang sebagai sempalan gerakan
Critical Legal Studies, yang pada intinya banyak memberikan kritik terhadap
logika hukum yang selama ini digunakan, sifat manipulatif dan ketergantungan
hukum terhadap politik, ekonomi, peranan hukum dalam membentuk pola hubungan
sosial, dan pembentukan hierarki oleh ketentuan hukum secara tidak mendasar.
Walaupun pendapat feminis bersifat pluralistik, namun satu hal yang menyatukan mereka adalah keyakinan mereka bahwa masyarakat dan tatanan hukum bersifat patriaki. Aturan hukum yang dikatakan netral dan objektif sering kali hanya merupakan kedok terhadap pertimbangan politis dan sosial yang dikemudikan oleh idiologi pembuat keputusan, dan idiologi tersebut tidak untuk kepentingan wanita. Sifat patriaki dalam masyarakat dan ketentuan hukum merupakan penyebab ketidakadilan, dominasi dan subordinasi terhadap wanita, sehingga sebagai konsekuensinya adalah tuntutan terhadap kesederajatan gender. Kesederajatan gender tidak akan dapat tercapai dalam struktur institusional ideologis yang saat ini berlaku. Feminis menitikberatkan perhatian pada analisis peranan hukum terhadap bertahannya hegemoni patriaki. Segala analisis dan teori yang kemudian dikemukakan oleh feminis diharapkan dapat secara nyata diberlakukan, karena segala upaya feminis bukan hanya untuk menghiasi lembaran sejarah perkembangan manusia, namun lebih kepada upayamanusia untuk bertahan hidup. Timbulnya gerakan feminis merupakan gambaran bahwa ketentuan yang abstrak tidak dapat menyelesaikan ketidaksetaraan.
Walaupun pendapat feminis bersifat pluralistik, namun satu hal yang menyatukan mereka adalah keyakinan mereka bahwa masyarakat dan tatanan hukum bersifat patriaki. Aturan hukum yang dikatakan netral dan objektif sering kali hanya merupakan kedok terhadap pertimbangan politis dan sosial yang dikemudikan oleh idiologi pembuat keputusan, dan idiologi tersebut tidak untuk kepentingan wanita. Sifat patriaki dalam masyarakat dan ketentuan hukum merupakan penyebab ketidakadilan, dominasi dan subordinasi terhadap wanita, sehingga sebagai konsekuensinya adalah tuntutan terhadap kesederajatan gender. Kesederajatan gender tidak akan dapat tercapai dalam struktur institusional ideologis yang saat ini berlaku. Feminis menitikberatkan perhatian pada analisis peranan hukum terhadap bertahannya hegemoni patriaki. Segala analisis dan teori yang kemudian dikemukakan oleh feminis diharapkan dapat secara nyata diberlakukan, karena segala upaya feminis bukan hanya untuk menghiasi lembaran sejarah perkembangan manusia, namun lebih kepada upayamanusia untuk bertahan hidup. Timbulnya gerakan feminis merupakan gambaran bahwa ketentuan yang abstrak tidak dapat menyelesaikan ketidaksetaraan.
Feminisme liberal
Apa yang disebut sebagai Feminisme
Liberal ialah terdapat pandangan untuk menempatkan perempuan yang
memiliki kebebasan secara penuh dan individual. Aliran ini menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar
pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Setiap manusia
-demikian menurut mereka- punya kapasitas untuk berpikir dan bertindak secara
rasional, begitu pula pada perempuan. Akar ketertindasan dan keterbelakngan
pada perempuan ialah karena disebabkan oleh kesalahan perempuan itu sendiri.
Perempuan harus mempersiapkan diri agar mereka bisa bersaing di dunia dalam
kerangka "persaingan bebas" dan punya kedudukan setara dengan lelaki.
Feminisme
radikal
Trend ini muncul sejak pertengahan tahun 1970-an di mana
aliran ini menawarkan ideologi "perjuangan separatisme perempuan". Pada
sejarahnya, aliran ini muncul sebagai reaksi atas kultur seksisme atau dominasi
sosial berdasar jenis kelamin di Barat pada tahun 1960-an, utamanya melawan
kekerasan seksual dan industri pornografi. Pemahaman penindasan laki-laki
terhadap perempuan adalah satu fakta dalam sistem masyarakat yang sekarang ada.
Dan gerakan ini adalah sesuai namanya yang "radikal".
Feminisme
post modern
Ide Posmo - menurut anggapan
mereka - ialah ide yang anti absolut dan anti otoritas, gagalnya modernitas dan
pemilahan secara berbeda-beda tiap fenomena sosial karena penentangannya pada
penguniversalan pengetahuan ilmiah dan sejarah. Mereka berpendapat bahwa gender
tidak bermakna identitas atau struktur sosial.
Feminisme
anarkis
Feminisme Anarkisme lebih bersifat
sebagai suatu paham politik yang mencita-citakan masyarakat sosialis dan
menganggap negara dan sistem patriaki-dominasi lelaki adalah sumber
permasalahan yang sesegera mungkin harus dihancurkan.
Feminisme
Marxis
Kaum Feminis Marxis, menganggap bahwa negara bersifat
kapitalis yakni menganggap bahwa negara bukan hanya sekadar institusi tetapi
juga perwujudan dari interaksi atau hubungan sosial. Kaum Marxis berpendapat
bahwa negara memiliki kemampuan untuk memelihara kesejahteraan, namun disisi
lain, negara bersifat kapitalisme yang menggunakan sistem perbudakan kaum
wanita sebagai pekerja.
Feminisme
sosialis
Sebuah faham yang berpendapat "Tak Ada Sosialisme tanpa
Pembebasan Perempuan. Tak Ada Pembebasan Perempuan tanpa Sosialisme". Feminisme
sosialis berjuang untuk menghapuskan sistem pemilikan. Lembaga
perkawinan yang melegalisir pemilikan pria atas harta dan pemilikan suami atas
istri dihapuskan seperti ide Marx yang menginginkan
suatu masyarakat tanpa kelas, tanpa pembedaan gender.
Feminisme
postkolonial
Pengalaman perempuan yang hidup di negara dunia ketiga
(koloni/bekas koloni) berbeda dengan prempuan berlatar belakang dunia pertama.
Perempuan dunia ketiga menanggung beban penindasan lebih berat karena selain
mengalami pendindasan berbasis gender, mereka juga mengalami penindasan antar
bangsa, suku, ras, dan agama. Dimensi kolonialisme menjadi fokus utama
feminisme poskolonial yang pada intinya menggugat penjajahan, baik fisik,
pengetahuan, nilai-nilai, cara pandang, maupun mentalitas masyarakat.